Trinitas berasal dari istilah Platonik “trias” yang berarti “tiga”.  Kata ini sebenarnya hanya berdasarkan filsafat manusia, bukan berdasarkan konsep Ayat yang terdapat dalam Alkitab,Ada yang berusaha menggunakan Yohanes 5:7 sebagai acuan  Namun berdasarkan sejarah yang benar, kata-kata yang dicetak miring dalam ayat tersebut yang berbunyi : “Sebab ada tiga yang memberi kesaksian (di dalam sorga: Bapa, Firman dan Roh Kudus; dan ketiganya adalah satu.”  hanyalah kata-kata yang ditambahkan oleh sang penerjemah karena kata-kata tersebut tidak terdapat dalam naskah asli

  Bahkan Untuk meyakinkan Bahwa Allah dan Yesus satu , banyak juga yang mencaplok Yohanes 1:1 ,sayang nya Ayat ini adalah Adopsi ajaran Hellenisme bukan ajaran Yesus yang di masukan ke dalam Gospel ,cek biblegateway.com John 1:1 dengan versi NABRE ,santo Agustine sendiri mengakui bahwa John 1:1  adalah ajaran platonism yang terdapat dalam bukunya yang berjudul the confession of saint Agustine chafter IX halaman 152

Baca juga siapa yang mengajarkan Trinitas Dalam Kristen

  Trinitas kemudian diperkenalkan oleh Tertullian (160-225/AD- SM), seorang penyembah berhala yang kemudian menjadi seorang filsuf dan salah satu Bapa dari gereja Katolik, yang pada abad ketiga mengajarkan tentang ilmu Ketuhanan.  Dia menyimpulkan bahwa Allah Bapa, Anak dan Roh Kudus adalah satu unsur tetapi bukan satu oknum.  Namun dia tidak mengajarkan bahwa Anak Allah dan Bapa adalah sama kekal

 Asal Mula Adanya Doktrin Trinitas

  Kira-kira 1 abad setelah Tertullian, para pengikut Arius (Arians) membuat banyak pertentangan, hingga menyebabkan kaisar Costantine mengadakan sidang Oikumene pertama dalam sejarah untuk mempersatukan kerajaannya.

  Kemudian pada permulaan abad ke 4 tersebut, sejarah menyatakan bahwa Arius mengajarkan bahwa Kristus adalah Anak Allah yang benar-benar lahir dari Bapa.  Itulah sebabnya Allah disebut Bapa.  Dengan kata lain, secara harafiah hubungan mereka sesungguhnya adalah hubungan antara Bapa dan Anak.  Sebaliknya, Athanasius, seorang diakon juga berasal dari Alexandria menantang keras ajaran Arius.

  Pandangan Athanasius berakar kuat pada doktrin Trinitas yang telah diajarkan sejak jaman kuno, dimana Bapa, Anak dan Roh Kudus adalah satu Allah yang sama tapi bukan oknum yang sama, oleh sebab itu tidak mungkin Allah Bapa dan Anak-Nya memiliki hubungan harafiah sebagai Bapa dan Anak.  Pandangan Athanasius ini mengalami perubahan yang memburuk dari waktu ke waktu. pada mulanya, Roh Kudus juga belum diberi julukan sebagai Oknum ketiga. Julukan ini perlahan terbentuk dengan datangnya perubahan waktu.

  Ajaran sejarah populer mengatakan Arius mengajarkan bahwa Kristus hanyalah mahluk ciptaan.  Namun menurut sejarah yang benar yang sengaja disembunyikan oleh ajaran sejarah populer, mengatakan bahwa Gereja Katolik dengan persetujuan kaisar Constantine, telah membakar semua tulisan Arius yang memberikan kesimpulan sebaliknya.  Banyak pakar sejarah percaya bahwa Gereja Katolik telah merubah tulisan-tulisan Arius dan menyebarkan desas desus tidak benar seolah Arius mengajarkan Kristus hanyalah mahluk ciptaan, dengan tujuan memburukkan nama Arius. Seperti yang kita ketahui bersama, Gereja Katolik terkenal dengan peran liciknya dalam merubah sejarah demi menentang kebenaran Allah.  Ini hanya merupakan salah satu contoh dari banyak kekejian yang mereka lakukan.

  Pandangan Athanasius ini dipengaruhi juga oleh Origen, seorang seorang filsuf Yunani dan pakar agama yang merubah doktrin Kekristenan melalui filsafat Neoplatonisme.  Ajaran Origen ini kemudian dituduh tidak sesuai dengan tradisi.  Origen mengajarkan doktrin api penyucian, transubstansi (roti perjamuan kudus dirubah menjadi tubuh Kristus yang sesungguhnya dalam sakramen, bukan hanya sekedar lambang saja), transmigrasi (jiwa orang mati berpindah kepada oknum lain), reinkarnasi jiwa, Roh Kudus memiliki sifat kewanitaan, Yesus hanyalah makhluk ciptaan, tidak ada kebangkitan, penciptaan dalam buku Kejadian hanya cerita fiksi, dan dia (Origen) menyunat diri sendiri berdasarkan interpretasi pribadi atas Matius 19. 

  Sebaliknya, Arius adalah murid Lucian dari Antiokia.  Lucian-lah yang memberi kita Textus Receptus (Terjemahan yang diakui dewan Alkitab mula-mula) yang kemudian proses penerjemahannya diselesaikan oleh Erasmus dan sekarang dikenal dengan Perjanjian Baru yang berdasarkan Alkitab Versi King James yang menurut bukti sejarah adalah terjemahan yang terpercaya.  Fakta ini dan banyak fakta-fakta lain memaparkan bahwa Athanasius dipengaruhi oleh filsafat Yunani, dan sebaliknya ada kemungkinan besar bahwa Arius-lah yang justru mengajarkan kebenaran Alkitab, yang tentu saja tidak diajarkan oleh pelajaran sejarah yang populer saat ini.

  Banyak yang percaya bahwa Constantine adalah Kaisar Roma pertama yang bertobat menjadi Kristen.  Namun sebetulnya dia tetap menyembah matahari sampai akhir khayatnya.  Ini dinyatakan dalam pengakuan baptisannya saat dia terbaring sekarat di tempat tidur.  Dalam masa pemerintahannya, dia memerintahkan untuk membunuh istri dan putera sulungnya sendiri.  Selain mencampur adukkan penyembahan berhala dengan Kekristenan demi tujuan politik, sebenarnya dia tidak perduli dan tidak mengerti asal usul pertentangan antara Arius dan Athanasius.  Tujuannya hanya semata-mata untuk mengakhiri perdebatan demi kesatuan kerajaan.

Baca juga Kontradiksi Adanya Roh kudus saat Yesus di Baptis

Sejarah singkat consili Nicea 325

  Para uskup berkumpul di Nicea pada tanggal 20 Mei 325 AD/Sesudah Masehi atas prakarsa Constantine dalam usahanya untuk memadamkan krisis yang sedang terjadi. Hanya sejumlah kecil para uskup percaya pada ajaran Athanasius tentang Kristus.  Mayoritas uskup-uskup berposisi netral.  Mereka tidak memihak Athanasius maupun Arius. Pertentangan doktrin ini berselang selama dua bulan sebelum sidang dewan Nicea menolak ajaran minoritas Arius.  Karena tidak ada pilihan lain, Constantine menyetujui ajaran Athanasius yang juga hanya berupa kepercayaan minoritas saat itu.  Dalam ensiklopedi Britanika tertulis:

“Constantine sendiri memimpin diskusi dan menganjurkan…formula penting ini dalam pernyataan tertulis. Atas nama dewan dia menetapkan hubungan Kristus dengan Allah…disahkan oleh kaisar, para uskup, kecuali dua orang yang tidak memberikan suara. Pernyataan tertulis tersebut telah disahkan, walau sebenarnya banyak dari para pemilih saat itu tidak memilih sesuai dengan kehendak mereka sendiri.”  (Edisi 1971, Vol. 6, “Constantine,” p. 386)

Penganiayaan Keagamaan mengerikan yang menolak keputusan gereja Consili nicea 325

  Penganiayaan keagamaan mengerikan menyusul keputusan yang dibuat oleh Constantine yang pada dasarnya tetap sebagai seorang penyembah berhala.  Dia memaksakan peraturan gereja ini yang sama sekali bertentangan dengan ajaran Yesus.  Constantine mengasingkan mereka yang menolak keputusan gereja, termasuk para uskup yang ikut menanda-tangani peraturan tersebut dalam sidang Nicea sebelumnya karena penolakan mereka dalam mengutuk Arius.  Constantine juga memerintahkan semua buku Arius yang berjudul “Thalia” untuk dihanguskan.  Beberapa tahun kemudian Constantine melunak terhadap pengikut Arius dengan menerima mereka kembali ke dalam gereja.  Pada tahun 335 AD/Sesudah Masehi giliran mereka yang pernah diasingkan oleh Constantine, membuat tuduhan terhadap Athanasius, yang kemudian adalah giliran Athanasius diasingkan oleh Constantine.  Kita bisa melihat bahwa kejadian ini tidak ada hubungannya dengan kebenaran Alkitab.  Karena sebagai seorang kaisar penyembah matahari, Constantine-lah yang juga untuk pertama kali memaksakan hukum hari Minggu empat tahun sebelumnya.  Constantine sangat berperan penting dalam membawa dua tradisi penyembahan berhala ini ke dalam gereja.  Semuanya terjadi lebih dari 300 tahun setelah Yesus disalibkan, yang berarti bahwa ajaran gereja tentang Trinitas ini tidak dikenal di jaman Gereja Kristen mula-mula dan tidak diajarkan oleh para rasul. Lihat ensiklopedia Britanika dan tulisan sejarah yang benar.

Sejarah Pembentukan Doktrin Trinitas condong pada Ilmu Yunani dan Platonik


  Banyak dari para uskup yang mebentuk doktrin Trinitas condong pada ilmu Yunani dan Platonik, yang mempengaruhi pandangan kerohanian mereka.  Bahasa yang mereka gunakan untuk menerangkan doktrin trinitas diambil langsung dari ajaran Platonik Yunani, yaitu kata “trias,” yang berarti tiga yang diadopsi sebagai Bahasa Latin “trinitas,” yang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris “Trinity.” Dengan demikian Trinitas tidak berasal dari ayat Alkitab, melainkan dilahirkan oleh ilmu filsafat. Para pakar filsafat Yunani mendapat pengaruh besar dari Plato (427-347 BC/Sebelum Masehi) yang diagungkan sebagai seorang filsuf terbesar di atas semua filsuf-filsuf Yunani.  Plato telah ditanamkan dengan ilmu Trinitas.  Dia percaya bahwa semua agama kuno memiliki tiga allah.  Dia kemudian memperkenalkan definisi yang tampaknya lebih mulus dan bijak, menunjukkan bahwa Allah Bapa adalah Allah di atas segala mitos allah bangsa Yunani.  

Definisi Plato tentang Allah adalah: 

1.      “Allah yang pertama,” merupakan Allah yang tertinggi di alam semesta;

2.      “Allah kedua” dia sebut “jiwa dari semesta alam.” dan

3.     “Allah ketiga” dia sebut “Roh.”

  Seorang filsuf Yahudi bernama Philo dari Alexandria (15 BC-AD 50) yang mempelajari perkembangan filsafat Yunani, yang sangat dipengaruhi oleh ajaran Plato mengajarkan bahwa:

Ajaran Philo dari perkembangan filasafat Yunani mengajarkan :

1.          Bapa, adalah pencipta seluruh alam semesta (Philo menamakannya “The Demiurge”)

2.          Ibu, adalah ilmu/kuasa yang dimiliki oleh sang pencipta, dan

3.          Anak tercinta adalah bumi kita.

  Dia menyimpulkan bahwa persatuan dari demiurge dan kuasa/ilmu, menghasilkan bumi kita ini.  Bentuk pemikiran esoterik/misterius inilah yang menjadi dasar perkembangan doktrin Trinitas.

Berikut ini Agama-agama kepercayaan terhadap 3 Allah di Dunia Zaman dahulu :

1- Babilon – “Orang-orang Babilon kuno mengenal doktrin Trinitas, atau tiga oknum dalam satu allah – sesuai yang nampak dari gabungan allah dengan tiga kepala yang membentuk bagian dari mitologi, dan penggunaan segi tiga sama sisi, juga sebagai simbol dari Trinitas dalam kesatuan.” (Thomas Dennis Rock, The Mystical Woman and the Cities of the Nations, 1867, Hal. 22-23)

2-India – “Puranas (Mitologi), salah satu dari kitab-kitab suci Hindu lebih dari 3.000 tahun lalu, berisi ayat-ayat berikut: ‘O engkau tiga Tuhan! Ketahuilah bahwa saya mengenal hanya satu Allah. Oleh sebab itu, katakanlah kepada saya, siapakah di antaramu yang benar-benar Ilah, sehingga saya dapat mengarahkan pemujaan-pemujaan saya hanya padanya saja.’ Ketiga allah, Brahma, Vishnu, dan Siva (atau Shiva), menunjukkan diri padanya, dan menjawab, ‘Belajarlah, O, pemuja, bahwa tidak ada perbedaan nyata antara kami.  Apa yang nampak padamu hanyalah persamaan. Makhluk tunggal yang nampak di bawah tiga bentuk dalam pekerjaan-pekerjaan penciptaan, pemeliharaan, dan pemusnahan, tapi dia adalah satu.’

“Oleh sebab itu segi tiga diadopsi oleh semua bangsa-bangsa kuno sebagai simbol ke-Allahan…tiga dihormati di antara bangsa-bangsa kafir sebagai nomor mistik utama, karena seperti kata Aristotle, angka itu di dalamnya berisi sebuah permulaan, sebuah pertengahan, dan sebuah akhir. Dengan demikian kita dapati ini menandakan sifat-sifat dari semua allah penyembah berhala.”

3- Yunani – “Pada abad ke 4 BC/Sebelum Masehi., Aristotle menulis: ‘Segala sesuatu adalah tiga, dan ketiga adalah semua: marilah kita menggunakan nomor ini dalam pemujaan kepada allah-allah; karena, seperti para penganut Pitagoras berkata, segalanya dan segala sesuatu adalah terikat dalam tiga-tiga, karena yang terakhir, pertengahan dan permulaan memiliki nomor ini dalam segalanya, dan menunjukkan nomor Trinitas.’’ (Arthur Weigall, Paganism in Our Christianity, 1928, Hal. 197-198)

4- Mesir – “Nyanyian untuk Amun menetapkan bahwa ‘Tidak ada allah yang menjadi Makhluk sebelum (Amun)’ dan bahwa ‘Semua allah adalah tiga: Amun, Re, Ptah, dan tidak ada yang kedua dari mereka. Yang tersembunyi namanya adalah  Amon, dia adalah Re dalam wajah, dan tubuhnya adalah Ptah.’ …Ini adalah kalimat Trinitas, tiga allah terpenting Mesir yang digolongkan ke dalam satu dari mereka, yaitu Amon.  Jelas, konsep  kesatuan alami dalam kejamakan mendapat sokongan luar biasa dari formula ini. Secara teologi, dalam bentuk dasarnya, begitu menyolok sangat dekat pada bentuk Kekristenan  yaitu kejamakan Trinitas dalam keesaan.” (Simson Najovits, Egypt, Trunk of the Tree, Vol 2, 2004, Hal. 83-84)

Berikut ini versi penyembah sosok 3 Allah yang terkenal

1- Yunani menyembah Zeus, Poseidon dan Adonis.

 2- Fenesia menyembah Ulomus, Ulosuros dan Eliun.  

3- Roma menyembah Jupiter, Mars dan Venus. 

4- Jerman menyebutnya Wodan, Thor dan Fricco 

5-Irlandia, Kriosan, Biosena, dan Seeva, atau Sheeva, tidak diragukan lagi adalah Creeshna (Krishna), Veeshnu (Vishnu), (atau yang terutama) Brahma, dan Seeva (Shiva), dari orang-orang Hindu.” (Thomas Maurice, The History of Hindostan, Vol. 2, 1798, Hal. 171)

  Jelas bahwa konsep Trinitas adalah konsep para penyembah berhala.  Ahli ilmu Kemesiran Arthur Weigall dalam bukunya “Paganism in Our Christianity (Penyembahan Berhala di dalam Kekristenan Kita)” menyimpulkan bahwa ada pengaruh kepercayaan kuno dalam pengadopsian doktrin Trinitas oleh gereja.

  Harus tidak dilupakan bahwa Yesus Kristus tidak pernah menyebut kejadian seperti itu (Trinitas), dan tidak ada di manapun juga dalam Perjanjian Baru kata Trinitas nampak. Ide itu hanya diadopsi oleh Gereja tiga ratus tahun setelah kematian dari Tuhan kita; dan konsep pertamanya adalah sama sekali kafir…

Baca juga Bukti Penulis Gospel tidak di ketahui

Orang mesir kuno mempengaruhi kepercayaan trinitas Mula-mula

  Pemikiran orang-orang Mesir kuno, sangat besar pengaruhnya pada kepercayaan mula-mula, biasanya menyusun dewa-dewa atau dewi-dewi mereka dalam Trinitas; ada Trinitas dari Osiris, Isis dan Horus, trinitas dari Amen, Mut dan Khonsu, Trinitas dari Khnum, Satis, da Anukis, dan sebagainya…

  Namun umat Kristen mula-mula, mulanya tidak berpikir untuk mengaplikasikan ide iman mereka sendiri. Mereka memberi perbaktian-perbaktian mereka kepada Allah Bapa dan Yesus Kristus, Putera Allah, dan mereka mengenal kemisteriusan dan keberadaan yang tidak dapat diterangkan dari Roh Kudus; tapi sebenarnya tidak ada pemikiran tiga makhluk sebagai Trinitas, yang sama derajat dan bersatu dalam keesaan…

Pengaplikasian kekafiran tua dari konsep Trinitas ke dalam teologi Kristen dimungkinkan dengan diwajibkannya pengakuan Roh Kudus sebagai ‘Oknum’ ketiga, sama derajat dengan ‘Oknum-Oknum’ yang lain

Sejarah Awal mula Roh kudus menjadi Tuhan

  Ide dari Roh menjadi sama derajat dengan Allah tidak umum dikenal sampai pada pertengahan abad keempat A.D (Sesudah Masehi). …Tahun 381 Sidang Constantinople menambahkannya ke dalam pengakuan iman yang sebelumnya yaitu Kredo Nicea yang menjelaskan bahwa Roh Kudus adalah ‘Tuhan, dan pemberi hidup, yang berasal dari Bapa, bersama dengan Bapa dan Putera disembah dan dimuliakan.’…

  Dengan demikian, kredo Athanasius, adalah susunan yang datang kemudian tapi mencerminkan konsep-konsep umum dari Athanasius (Penganut Trinitas abad ke 4 yang pandangannya akhirnya menjadi doktrin resmi) dan sekolahnya, yang merumuskan konsep sama derajat Trinitas dimana Roh Kudus adalah ‘Oknum’ ketiga; dan dijadikan dogma iman, dan kepercayaan dalam Tiga dalam Satu dan Satu dalam Tiga ini menjadi doktrin terpenting dalam Kekristenan, walaupun kerusuhan yang buruk dan pertumpahan darah tidak dapat dihindari…

  Saat ini seorang pemikir Kristen … tidak berkeinginan untuk meneliti dengan saksama, khususnya kenyataan bahwa definisi ini bermula pada penyembahan berhala dan tidak diadopsi oleh Gereja hingga hampir 300 tahun sesudah Kristus. (Arthur Weigall, Paganism in Our Christianity (Penyembahan Berhala dalam Kekristenan Kita), 1928, Hal. 197-203)

Nicea 325 tidak mengakhiri perdebatan Athanasius dan Arius

  Dewan Nicea tidak berhasil mengakhiri perdebatan antara Athanasius dan Arius.  Para uskup tetap mengajarkan ajaran Athanasius dan Arius sesuai dengan kepercayaannya, dan krisis ini berlangsung sampai enam puluh tahun kemudian.  Periode pengucilan Athanasius tidak lebih dari lima tahun. 

Pertentangan dari kedua kepercayaan tersebut dipenuhi kekerasan dan kadang mengakibatkan pertumpahan darah.  Pakar sejarah Will Durant menulis,

"Kemungkinan besar jumlah umat Kristen yang terbunuh oleh umat Kristen lain dalam masa dua tahun konflik (242-243 AD) melebihi jumlah umat Kristen yang terbunuh dalam masa penganiayaan umat Kristen oleh para penyembah berhala sepanjang sejarah Roma.”  (The Story of Civilization, Vol 4; The Age of Faith, 1950, Hal. 8).

Perbedaan pandangan tentang Allah Kristen saling bunuh satu sama lain

  Oleh karena perbedaan pandangan tentang kepribadian Allah, menurut sejarah, umat Kristen saling memerangi dan membunuh satu sama lain! Waktu Constantine meninggal di tahun 337 AD, perselisihan masih tetap berlangsung.  Putera Constantine, Constantius II memihak para pengikut Arius dan berusaha menghapus keputusan Dewan Nicea.  Constantius menggunakan kekuasaannya untuk mengasingkan para uskup yang pro keputusan Dewan Nicea terutama Athanasius yang melarikan diri ke Roma. 

Perdebatan ini menghasilkan banyak rapat persidangan, di antaranya adalah pertemuan Sardica tahun 343 AD, rapat dewan Sirmium tahun 358 AD dan dua pertemuan Rimini dan Seleucia tahun 359 AD, yang menghasilkan kurang lebih empat belas keputusan di antara tahun 340 dan 360 AD. 

  Setelah kematian Constantius pada tahun 361 AD, penerusnya Julian, seorang penyembah berhala Roma, menyatakan bahwa dia tidak lagi mendukung perselisihan yang terjadi dalam gereja, dan memerintahkan semua uskup yang sedang dalam perasingan kembali diterima, akibatnya pertikaian menjadi lebih buruk lagi di antara umat-umat Kristiani.

  Akhirnya perselisihan melebar pada hal-hal tentang asal-usul Roh Kudus.  44 tahun setelah meninggalnya Constantine, di bulan Mei 381 AD, kaisar Theodosius mendukung keputusan sidang Nicea.  Oleh sebab itu setelah sang kaisar tiba di Constantinople, dia mengirim uskup Demophilus ke perasingan, dan menyerahkan kepemimpinan seluruh gereja kepada Gregory dari Nazianzus, seorang pemimpin komunitas kecil Nicea, Bersama tiga orang lain yang dikenal sebagai “tiga Cappadocians.”  Tiga orang ini memiliki agenda yang untuk pertama kali memaksakan ide Roh Kudus sebagai oknum terpisah.  Waktu itu Gregory baru diangkat menjadi kepala uskup di Constantinople, tapi karena penyakitnya, Nectarius, tua-tua anggota majelis kota tertinggi mengambil alih jabatan kepala uksup dan dia memimpin dewan persidangan. 

  Pada dasarnya Nectarius hanya dibaptis untuk jabatannya tetapi dia sebenarnya bukan seorang yang mengerti asal usul ajaran Trinitas dan Roh Kudus. Dia sama sekali buta akan ilmu Ketuhanan. Alhasil, keluarlah peraturan yang dikenal dengan keputusan Nicene-Constantinopolitan yang mengatakan bahwa Roh Kudus adalah Oknum terpisah. 

 Mereka yang tidak menerima keputusan kaisar dan gereja disebut sebagai orang murtad dan dihukum sesuai hukum yang telah ditentukan.  Keputusan terakhir tentang kepribadian Allah sesuai dengan ajaran Trinitas inilah yang sekarang dikenal dan diajarkan dalam Kekristenan. 

Baca Juga Alkitab dicemari Tangan Manusia ,Bukan Murni wahyu Tuhan

TRINITAS sama sekali bukan berdasarkan Alkitab tapi hanya berdasarkan filsafat Yunani yang dipaksakan oleh penguasa pada jaman itu. 

  Secara ringkas, ketika Babel dikalahkan, hampir semua pendeta Babel membawa pengaruh penyembahan berhalanya ke Alexandria yang kemudian diasimilasikan dalam sekolahnya.  Para lulusan Alexandria melanjutkan ajaran penyembahan berhala bangsa Yunani yang didasarkan atas ajaran Plato dan dicampur aduk dengan ajaran Kristen (Neoplatonisme).  Merekalah yang mulai menerjemahkan Alkitab menggunakan sistim penjelasan dengan bahasa kiasan.  Sebaliknya, Lucian (guru dari Arius) menolak sistim terjemahan dari Alexandria. Dia menganjurkan sistim terjemahan sesuai yang tertulis (harafiah) yang berabad-abad lamanya digunakan oleh gereja-gereja Kristen di bagian Timur. 

Origen pencipta Methode Kiasan dalam Alkitab kristen

  Dengan kata lain, Origen menggunakan metode kiasan dalam menjelaskan atau menerjemahkan Alkitab, dimana metode yang sama menjadi dasar ajaran Athanasius dan ketiga Cappadocians dan kemudian menjadi dasar doktrin Trinitas yang sekarang ini lazim dikenal.

 “Sekolah teologi Kristen Alexandria memuja Clement dari Alexandria dan Origen, ahli ilmu teologi yang sangat populer di antara semua ahli teolog gereja-gereja Yunani. Mereka memperkenalkan penggunaan metode penjelasan Alkitab dalam bahasa kiasan yang ajarannya dipengaruhi oleh Plato:  berakar kuat dari (penyembahan berhala) ilmu spekulasi tentang Allah. Athanasius dan ketiga Cappadocians (tiga pemimpin yang pandangan Trinitasnya diadopsi oleh Gereja Katolik dalam sidang Nicea dan Constantinople) tercatat sebagai anggota dari sekolah ini.” (Hubert Jedin, Ecumenical Councils of the catholic Church: a Historical Outline, (Sidang-Sidang Oikumene Gereja Katolik: Garis Besar Sejarah), 1960, p. 28).

Mengapa para pemimpin Gereja mencetuskan ajaran-ajaran seperti trinitas yang tidak ada dasarnya dalam Alkitab?

  Apa saja yang ditetapkan oleh Kaisar Romawi dan para pemimpin Gereja dianggap benar, sah dan berlaku untuk umat pada saat itu. Kebenaran dalam Kristen berubah dari satu konsili ke konsili lainnya. Kebenaran sangat tergantung kepada golongan mana yang mayoritas dalam konsili, atau golongan mana yang didukung oleh Kaisar Romawi. Oleh karena itu, kutuk mengutuk dalam setiap konsili merupakan hal yang lumrah. Ignatius dalam suratnya kepada orang-orang Smyrna mengatakan:

“Where the bishop is, there the congregation should be Prophets who appear may be riqht or wrong, but the bishop is right, because the bishop were the representative of the true doctrine”

(Apa saja pendapat sikap uskup, jemaat harus mengikutinya. Para Nabi boleh benar atau salah, tetapi uskup selalu benar, karena uskup adalah yang mewakili ajaran yang benar)

Keputusan-keputusan Gereja yang di luar ajaran Yesus dilindungi oleh hukum keimanan (regulafidei). Apa yang sudah diyakini dan diucapkan oleh pemimpin Gereja menjadi hukum yang mutlak berlaku, walaupun tidak ada dasarnya atau tidak sejalan dengan Alkitab.

Alhasil ajaran Trinitas tumbuh subur dan berkembang dari satu konsili ke konsili lainnya, bukan karena ajaran Trinitas merupakan ajaran yang dipetik dari ajaran murni Yesus, tetapi karena kaisar Romawi mendukung ajaran ini menjadi ajaran resmi kerajaan.

Mengapa orang-orang Romawi begitu mudah menerima Yesus sebagai Tuhan mereka?

  Karena tersebarnya berita bahwa “katanya” Yesus mati, “katanya” Yesus bangkit kembali pada hari ketiga, “katanya” terangkat ke surga. Mereka tidak pernah melihat atau bertemu dengan Yesus apalagi tinggal bersama-sama dengan beliau. Mereka menciptakan cerita tentang kematian, kebangkitan serta terangkatnya Yesus ke sorga sesuai dengan kepentingan mereka, lama setelah Yesus tiada.

Uskup Agung Prof. David Jenkins, salah seorang pemimpin Gereja tertinggi di Inggris, dalam wawancaranya dengan TV di London dalam program “Credo” menegaskan bahwa ajaran Ketuhanan dan Kebangkitan Yesus sesungguhnya tidak benar.

“We’re not strictly true but were added to the story of Jesus by the early Christians to express their faith in him as a Messiah”
(Ajaran tentang ketuhanan dan kebangkitan Yesus sesungguhnya tidaklah benar, tetapi baru ditambahkan dalam cerita tentang Yesus oleh para penulis Kristen untuk mendukung keimanan mereka (bahwa Yesus) adalah Kristus)

Merekapun merubah, menambahkan atau mengurangi ucapan-ucapan Yesus, atau sekalian menciptakan ucapan-ucapan baru dan mengatakan bahwa ucapan tersebut diucapkan Yesus (misalnya Matius 28:19) hanya untuk mendukung keimanan mereka tentang Tuhan mereka yang mati, bangkit kembali lalu terangkat ke sorga.

Prof. Alvar Ellegard dalam bukunya Jesus One Hundred Year Before Christ ha1.19, mendukung kenyataan ini dengan mengatakan:

“Their aim was to launch a story which brought ought the conception abouth Jesus that they and their churches had formed, from whatever material they found suitable: historical sources, fictional stories, imagination.”
(Tujuan mereka adalah untuk meyebarkan cerita tentang Yesus yang dikemas sesuai dengan ajaran yang ditetapkan oleh gereja mereka yang dipungut dari berbagai sumber yang cocok dengan keinginan mereka: baik dari sumber sejarah, cerita dongeng, maupun khayalan).

Mengapa murid-murid Yesus, keluarga, famili maupun pengikutnya tidak percaya pada Trinitas atau menyembah Yesus sebagai Tuhan?

  Mereka hidup siang malam dengan Yesus. Saudara-saudaranya, ibunya, familinya melihat Yesus lahir dan tumbuh sebagai seorang bayi. Dalam kenyataan seperti itu, mereka tentu tidak mungkin membayangkan bahwa yang menangis dalam ayunan atau basah guritanya adalah Tuhan yang pernah berpartisipasi dalam penciptaan jagat raya atau penguasa alam semesta. Begitu pula murid-murid serta para pengikutnya. Mereka melihat Yesus sebagai seorang Rabi (guru) mengajarkan Taurat dan berkhotbah di rumah ibadat setiap hari Sabtu. Dari berbagai sumber yang dapat diperoleh, tidak satu pun pertanda bahwa Yesus pernah disembah sebagai Tuhan di Rumah Ibadat. Murid dan pengikutnya mengenal dirinya sebagai pemimpin mereka, sebagai tuan mereka, malah sebagai nabi, juga sama sekali mereka tidak akan pernah menganggap bahwa yang naik berkhotbah di mimbar adalah “Tuhan penguasa alam semesta”.

“Dan mereka berusaha menangkap Dia, tetapi mereka takut kepada oranq banyak karena orang banyak itu mengangap dia nabi“. (Matius 21:46)

Itulah Kenapa ajaran TRINITAS dan Penuhanan YESUS mudah di terima Orang ROMAWI